Sebuah pengajian yang amat khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar,
malam itu, mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang
membunyikan piring dengan sendoknya. Pak Ustad sedang menerangkan makna
khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-ulang itu sungguh
mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya
sedang bekerja keras.
Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso !" gerutu seseorang.
Bukan sekali dua kali ini dia mengacau !" tambah lain-nya, dan disambung - "Ya, ya, betul !"
Jangan marah, ikhwan, " seseorang berusaha meredakan kegelisahan, " ia sekadar mencari makan . . . "
Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan jangan ia minan-nashara !" sebuah suara keras.
Tapi
sebelum takmir masjid bertindak sesuatu, terdengar suara Pak Ustad juga
mengeras: " Khauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum
akan mencapai khauf ilallah selama ia masih takut kepada hal-hal kecil
dalam hidupnya. Allah itu Mahabesar, maka barangsiapa takut hanya
kepada-Nya, yang lain-lain menjadi kecil adanya. "
Tak usah
menghitung dulu ketakutan terhadap kekuasaan sebuah rezim atau peluru
militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso.
Beranikah Anda semua, kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata
masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang bakso ? Anda tidak takut
menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar, memasuki rumah
tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda
untuk menjadi tukang bakso ? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda
tak ada jalan lain dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso ?
Cobalah wawancarai hati Anda sekarang ini, takutkah atau tidak?
Ingatlah
bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso.
Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso ? Karena
pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana
dan orang besar seperti Anda semua. "
Suasana menjadi senyap. Suara
ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-nusuk
hati para peserta pengajian.
Kita memerlukan baca istighfar lebih
dari seribu kali dalam sehari, " Pak Ustadz melanjutkan, " karena kita
masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap apa
yang kita anggap derajad rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di
sebuah kantor, takut miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa
menghibur istri dan mertua, dan kelak
takut dipecat, takut tak naik
pangkat . . . masyaallah, sungguh kita masih termasuk golongan
orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah !"
sumber : Emha Ainun Najib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar